Orang selalu bilang "Kejar cita-citamu sejauh mungkin.."
Saya bingung.. Saat ini saya ada di titik yg banyak orang bilang bahwa ini pencapaian yg luar biasa untuk seseorang yang hidupnya ngalir aja kayak saya..
Dalam menjalani hidup ini,saya terlalu santai. Santai mengikuti arus ke mana Tuhan membawa saya, layaknya karakter "The Sims" yang bisa diletakkan di mana aja dan diberi tugas apa aja. Semua saya jalani sesuka hati, memainkan peran sesuai skenario yang Tuhan kasih.
Jadi, mungkin agak mengherankan bila saya bisa sekolah sampai sarjana, kemudian kerja sebagai field geologist di tambang nikel site Morowali-Sulawesi Tengah, hijrah kerja ke Jakarta, ketemu jodoh, menikah, punya suami ajaib, punya mertua baik, punya anak lucu..
Ehm.. Tapi, kenyataannya memang begitu lho.. Kita hidup dengan peran kita masing-masing. Setiap peran punya tanggung jawabnya sendiri.
Dalam tanggung jawab, ada cita-cita. Saat masih duduk di bangku SMA dulu, sering sekali saya dilanda rasa bersalah karena terlalu banyak menghabiskan uang orang tua saya untuk membayar SPP dan segala macam kursus yang saya ikuti tiap hari. Perasaan itulah yang akhirnya berubah menjadi alat motivasi bagi saya untuk mengejar cita-cita.
Pertanyaannya: Apakah cita-cita saya?
Nasehat bijak yang sering saya dengar: "Gantungkan cita-citamu setinggi mungkin. Bangunlah sebuah bangunan pencakar langit supertinggi dengan pondasi yang superkuat tepat di bawah cita-citamu, agar saat kau meraihnya, kau bisa berdiri tegak di atas bangunan itu dan menggenggam cita-citamu dengan erat."
Oke..Namun, ada kalanya cita-cita itu dibuat bias oleh kita sendiri. Seperti cita-cita saya ini: Ingin membahagiakan orang tua. Kedengarannya simpel, tapi kesannya bias. Poin biasnya: Bisakah saya mengukur kebahagiaan orang tua?
Cita-cita itu kuat lho.. Ia bisa mendikte kebingungan, berujung bimbangnya saya saat memilih jurusan saat SPMB 2005.
Jangan salahkan kebimbangan bila ia justru menuntunmu untuk lulus di saat banyak anak lulusan SMA lainnya juga ingin lulus dengan cara semudah itu. Geologi, jurusan dengan ilmu yang sangat spesifik dan objektif, yang kemudian membawa saya pada petualangan menjadi petarung ke berbagai hutan, gunung, sungai, lautan di berbagai daerah. Bertemu dengan banyak karakter manusia. Singkat kata: menantang..
Hidup memang penuh tantangan. Setiap momen, beda-beda tantangannya. Selepas bergelut dengan kerjaan sebagai geologist (entah kapan saya kembali bersibuk dengan bidang itu lagi), saat ini saya sedang menikmati masa-masa penuh berkah menjadi seorang istri dan ibu, suatu hal yang benar-benar baru bagi saya.
Tawa, tangis, haru, lelah, peluh.. Intinya jalani semua dengan rasa syukur.
karena Tuhan selalu memberi banyak kejutan, keajaiban, dan kebahagiaan di hidup saya, mencakup semua pelajaran berharga yang takkan pernah saya dapatkan di bangku sekolah manapun..
Saya kembali teringat pada bangunan pencakar langit cita-cita yang saat ini masih sementara saya bangun. Alhamdulillah.. Saya kini telah dianugerahi 2 orang untuk membantu saya meneruskan proyek pembangunannya: Suami dan anak saya. Mohon doanya yaa.. Semoga semua impian keluarga kecil kami ini segera terwujud.. Aamiin..
0 komentar:
Posting Komentar